Kemampuan meracik herbal yang dimiliki Jeng Ana sejatinya diperoleh secara otodidak. Untuk lebih mempertajam bakat otodidaknya ini Jeng Ana tak sungkan terus mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan pengobatan herbal. Berbagai sertifikat/penghargaan pun telah diterimanya dari berbagai lembaga terkait.
Suatu ketika saat masih kelas 3 SD, perempuan bernama asli Ina Sofiana mengidap penyakit. Kesadarannya kerap hilang bersamaan dengan suhu badannya panas tinggi. Diobati dengan berbagai cara tak kunjung sembuh. Berulang kali Ana hilang kesadaran sampai akhirnya mengalami mati suri.
Dalam keadaan mati suri, gadis kecil bernama Ina Sofiana itu merasa berada di suatu tempat yang sangat aneh. Ia merasa tengah berjalan-jalan di pinggir telaga dengan bunga-bunga indah di sepanjang tepiannya. Di tempat ini Ana bertemu dengan seorang puteri cantik jelita, dengan mahkota permata yang bertengger di kepalanya. Ana begitu terpesona melihatnya. Namun, ketika ia berlari mengejar sang putri, tiba-tiba ia merasakan langkahnya sangat berat. Ia mencoba memaksa, hingga berulang kali terjatuh. Ana kaget dan seketika terjaga. Ia merasa seperti baru bangun dari mimpi. Tampak ibu dan keluarganya yang lain tengah menangisi keadaannya. Menyaksikan Ana yang “hidup kembali” mereka pun berucap Alhamdulillah.
Semula, Ana kecil tak mengerti dengan apa yang telah terjadi atas dirinya. Ia hanya menangis dalam pelukan ibunya.
Peristiwa aneh itu berulang kali terjadi. Di waktu-waktu tertentu, terutama menjelang terbenam matahari, bersamaan dengan semakin meningginya suhu tubuh si kecil, maka di saat itu pula Ana langsung jatuh tak sadarkan diri. Di saat Ana tak sadarkan diri inilah sukma atau rohnya justeru mengarungi sebuah kenyataan berdimensi gaib. Kalau pada awalnya Ana hanya merasa berjalan di tepi telaga dengan bunga-bunga indah dan di sana ia bertemu dengan seorang puteri yang cantik, maka di hari-hari selanjutnya, Ana kecil justeru mampu bercengkerama dengan sang puteri.
Sang puteri gaib yang menyebut dirinya sebagai Emban Canthikawerti itu ternyata sangat menyayangi Ana. Sungguh aneh, kepada Ana yang masih kecil ia memberikan banyak pelajaran tentang berbagai macam resep pengobatan lewat dedaunan dan akar-akaran. Sang puteri juga memperkenalkan berbagai bentuk dan jenis dedaunan yang mengandung khasiat tertentu, termasuk pula akar-akaran dan aneka biji tanaman berkhasiat, juga bagaimana cara meramunya.
Semua pengetahuan tentang pengobatan itu seperti tertanam kuat dalam ingatan Ana. Namun karena keluguannya, setelah sekian lama mereka bercengkrama, tiba-tiba muncul kerinduan teramat sangat dalam dada Ana ingin bertemu dengan ibunya. Ketika itulah ia menangis. Anehnya, bersamaan dengan itu ia merasakan ada sepasang tangan lembut yang mengguncang tubuhnya, seraya membelai-belai rambutnya. Ketika membuka matanya, maka yang pertama kali dilihatnya adalah wajah sang ibu yang bersimbah air mata. Sambil menangis sang ibu kemudian berkata, “Alhamdulillah, kamu sudah sadar lagi, Nduk!”
Semua orang memang tak ada yang bisa memahami sensasi gaib yang dialami oleh Ana ketika itu, kecuali hanya seorang saja yakni Mbah Khadam Sastroningrat. Beliau adalah kakek Ana yang dikenal sebagai seorang linuwih dan gemar melakukan tirakat.
Memang, ketika Ana terbaring sakit, sang kakek justeru pergi melakukan tirakat. Rupanya, Mbah Khadam Sastroningrat tengah menyiapkan sang cucu untuk mewarisi ilmu-ilmu leluhurnya, khususnya dalam bidang pengobatan.
Ringkas cerita, tak seorang pun tahu penyakit apa yang bersarang dalam tubuh Ana ketika itu. Hampir tiga bulan lamanya gadis kecil usia 8 tahun itu terbaring sakit. Sampai suatu hari, orang-orang menganggapnya telah mati. Untunglah ketika orang-orang bermaksud memandikan jasadnya yang telah beku, maka ketika itulah Mbah Khadam Sastroningrat datang dan mencegahnya.
Kedatangan Mbah Khadam yang sangat tepat inilah yang telah mengubah jalan hidup Ana. Andai sang kakek tidak datang, mungkin Ana sungguh-sungguh dianggap telah mati, dan kini takkan lagi ada seorang perempuan dewasa bernama Ina Sofiana. Mengapa? Sebab ketika orang-orang menganggap dirinya telah mati, sesungguhnya di alam gaib Ana kecil tengah bercengkrama dengan Emban Canthikawerti. Kala itu sang dewi tengah memberi pelajaran tentang ilmu-ilmu pengobatan….
Begitulah sepanggal kisah nyata mistis yang dialami oleh Ina Sofiana, atau yang kini lebih akrab disapa Jeng Ana. Sulit dipercaya, tapi ia sungguh merasakan dan mengalaminya.
Berkat kepakarannya dalam pengobatan herbal, nama Jeng Ana saat ini sangat terkenal bahkan dijuluki insane media sebagai Ratu Herbal Indonesia. Nama-nama beken artis ibu kota tercatat sebagai pasien langganannya. Belum lagi isteri-isteri pejabat dan pengusaha. Kendati begitu, Jeng Ana juga akrab dengan masyarakat dari kalangan biasa. Termasuk para buruh migrant Indonesia yang bekerja di luar negeri, seperti Singapura, Hongkong, Taiwan, dan beberapa negara lain di Timur Tengah.
Dengan menanamkan etos kerja sebagai ibadah dan pengabdian, Jeng Ana selalu melayani pasiennya dengan baik dan penuh komitmen. Karena itulah dia selalu memberikan bukti, bukan janji semata.